jump to navigation

Anak kecil yang sudah dewasa itu. Mei 22, 2008

Posted by Mujiono Sadikin in Yang Aku Pelajari, Yang Kami Kerjakan.
4 comments

Di rumah kami paling tidak tiap minggu ada 5 anak – anak yang tingkahnya seperti pinjal (polahe kaya pinjal, kata orang Jawa untuk menggambarkan super atau hiper aktifnya anak – anak kita). Memang anak kami sendiri hanya 3 tapi biasanya kalau libur ketambahan 2 anak dari adik saya. Belum lagi kalau anak dari adik dan kakak ipar berkunjung ke rumah, paling tidak ada 8 jadinya. Usia mereka sebaya antara 7 – 12 tahun. Wah kebayang kalau mereka semua lagi kumpul di rumah yang tidak terlalu besar itu.

Satu sifat yang kelihatan dari anak – anak kita misalnya dalam “menghaki” sesuatu entah itu mainan, makanan, atau seseorang. Nah sifat seperti ini juga sering kami temui terutama untuk anak keponakan kami yang belum masuk usia sekolah dasar.

Minggu lalu contohnya, kami mendapatkan kiriman berkat dari tetangga yang punya hajat tahlilan. Namanya juga berkat, maka jumlahnya juga tidak banyak. Jenisnya paling sekitar 5 – 6 , masing – masing jenis berjumlah sebiji dua biji. Nah kebetulan ada irisan roti bolu kukus sebiji. Ke lima makhluk kecil titipan Allah ini sudah berebutan melook-up apa isi kardus berkat itu. Satu – satu mereka sudah kebagian, tinggal satu potong bolu itu tidak ada yang menyentuh. Karena sayang, ibunya anak – anak mencoba menawarkan kepada mereka satu persatu termasuk ke yang paling kecil, Hafis. ”Hayooo siapa yang mau ngabisin, biar cepet gedhe lo”. Tidak ada yang mau meskipun lebih dari sekali bolu itu ditawarkan, sampai bolu itu semalaman sampai pagi harinya tergeletak di kardusnya di meja makan.

Pagi hari habis ngopi, saya lihat bolu itu menyendiri. Yah daripada nggak ada temennya dan perut lagi lapar, saya embat juga akhirnya. Alhamdullillah masih ada sarapan bolu.

Tak dinyana, setelah mandi Hafis menghampiri meja makan. Mau mengambil bolu yang kemarin ditolaknya. Loh…la gimana, wong sudah diembat sama bapaknya. Jadi ya sudah bablass….Dia nggak terima…

”Kenapa bapak makan? Khan Hafiz mau makan ….! Pokoknya Hafis mau itu, mau yang bolu kemarin” rengeknya…..

”Hafis, khan kemarin ditawarin ibu nggak mau..sekarang sudah dimakan bapak. Ya sudah ntar beli lagi ya…” saya mencoba membujuk.

”Nggak mau….pokoknya mau yang itu”. Ya sudah akhirnya dia menangis hampir setengah harian.

Ternyata bukan hanya anak kecil yang punya sifat seperti itu. Kita – kita yang sudah akhil balik pun, seringkali tidak menyadari bersifat ke kanak – kanakan. Minggu lalu dan minggu ini saya benar – benar menghadapi teman yang seperti itu. Bedanya, karena sudah pada gede, yang ingin di”haki” pun skalanya beda. Nah dalam dunia kami selaku warung yang sama – sama berjualan maka yang tidak rela dihaki orang lain biarpun dia sendiri awalnya tidak menyentuh dan bahkan menolak karena berbagai alasan adalah prospek pasar. Padahal baru sebatas prospek, apatah lagi kalau sudah jadi proyek. Hmmm…menyikapi sikap teman seperti itu, yang bisa saya lakukan hanyalah pasrah saja, tiadak ada gunanya ngotot kalau ujung – ujungnya jadi berantem. Satu prinsipnya, kalau memang rejeki kita ya akan kita dapat, kalau bukan ya kita bersyukur saudara kita yang menikmati. Gitu aja kok repot….:)