jump to navigation

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1429…. September 29, 2008

Posted by Mujiono Sadikin in Yang Aku Pikirkan, Yang Aku Senangi.
add a comment
Selamat Hari Raya Iedul Fitri 1429 H

Selamat Hari Raya Iedul Fitri 1429 H

Belajar dari tanda-tanda kebesaran Allah untuk menjaga iman…. September 29, 2008

Posted by Mujiono Sadikin in Yang Aku Pelajari, Yang Aku Senangi, Yang Kami Kerjakan.
add a comment

Sekali lagi saya perlu tegaskan bahwasanya sebenarnya belum sampai pada maqamnya bagi saya untuk sekedar sharing ilmu agama apalagi sebagai penceramah, bahkan sekedar sebagai pengganti sekalipun. Namun beginilah hidup, tidak terduga dan tidak disangka – sangka. Sering kita temukan hal – hal yang diluar perkiraan dan harapan kita, tidak jarang pula apa yang kita harapkan tidak kunjung tergapai.

Beberapa hari yang lalu, penceramah yang sudah dijadwalkan mengisi kultum shalat taraweh sudah menyatakan tidak bisa mengisi karena alasan waktu dan jadwal. Singkatnya pengurus musholla sebelah rumah meminta saya (kembali) untuk mengisi waktu istirahat di sela – sela shalawat taraweh dan witir. Demi menghormati permintaan itu, saya beranikan diri untuk kembali naik panggung. Kali ini agak beda, saya mempunyai waktu sehari dua hari untuk menyiapkan (baca saja menyontek sana – sini) materi yang akan saya sampaikan. Di tengah pencarian itu muncul ide, kelihatannya oke juga kalau ceramah kali ini disampaikan dengan sedikit berbeda. Maka dua jam sebelum naik panggung saya siapkan presentasi format MS ppt. Kebetulan proyektor kantor ”terbawa” ke rumah. Jadilah kuliah tujuh menit pengisi istirahat shalat taraweh – witir ini saya bawakan dengan mode presentasi. Wah seperti jualan . Tetapi tidak apalah tidak ada salahnya untuk mencoba hal baru ini. Paling tidak untuk sekedar mengalihkan perhatian jamaah daripada hanya memandang penceramah. Syukur-2 kalau memandang, yang ada malah terkantuk – kantuk karena penceramah dan materinya tidak terlalu bermutu . Dengan ada presentasi, paling tidak khan ada sesuatu yang beda yang bisa mereka perhatikan. Yang kedua, lampu musholla dimatikan sehingga agak gelap. Dengan demikian wajah penceramah yang nervous sedikit tersembunyikan.

Materi presentasinya saya upload di sini. dengan-belajar-kita-menjaga-iman

 

Belajar dari Tsa’labah September 29, 2008

Posted by Mujiono Sadikin in Yang Aku Pelajari, Yang Kami Kerjakan.
add a comment

Alkisah Tsa’labah, salah satu murid kesayangan Baginda Rasullullah yang rajin shalat berjamaa’ah tetapi rajin juga cepat – cepat meninggalkan masjid untuk buru – buru pulang. Tidak ada waktu sejenakpun rela diluangkannya untuk dzikir apalagi berdoa setelah shalat fardlu berjamaah memakmumi Baginda Rosul. Perilakunya yang agak aneh ini, menyisakan tanda tanya pada diri Baginda Rasullullah. Beliau tanyakan lah keanehan ini kepada yang bersangkutan. Kurang lebih beginilah Tsa’labah matur ”Ya Rosullullah, saya ini tidak miskin tetapi kenyataannya memang saya sangat kekurangan. Pakaian shalat saya hanya satu – satunya ini. Karenanya saya harus bergantian dengan istri saya untuk mengenakan pakaian shalat ini. Jadi saya harus buru – buru pulang agar istri saya dapat memperoleh keutamaan menyegerakan shalat di awal waktu”

Dengan penuh pengertian dan kesabaran, Muhammad Rosullullah tersenyum mendengar jawaban dari sahabat dan muridnya itu. Di sisi lain, Tsa’labah mengangan dalam hati dan pikirannya ”Jikalau saja saya berkecukupan sedikit saja, tentu tidak perlu aku buru – buru pulang seselesainya shalat fardlu. Saya tidak perlu mengkhawatirkan pakaian shalat istriku. Ah andai saja Rosullullah mau mendoakan diriku agar Allah memberikan kecukupan kepadaku, rasanya itu lebih baik buatku”. Namun dalam hatinya juga tersembul keraguan dan kekhawatiran untuk meminta apa yang diinginkannya kepada Rosullullah. Maka ketika di rumah telah dibulatkan niatnya untuk matur dan meminta kepada Rosullullah, beberapa kali niat itu diurungkannya.

Suatu saat benar – benar diutarakannya niatnya itu kepada Rosullullah

Ya Rosullullah, saya ingin matur kepadamu…”

Ya Tsa’labah” jawab utusan Allah yang sangat cinta kepada ummatnya itu.

Begini Rosul, anda khan tahu saya ini sangat miskin sampai pakaian shalatpun harus bergantian dengan istri”

Ya kamu sudah cerita Tsa’labah, lalu ?”

Rosullullah, andai saja saya berkecukupan sedikit saja. Tentu istri saya tidak perlu harus menunggui kedatangan saya dari shalat berjamaah hanya untuk sekedar shalat. Dan kalau saya sedikit saja berkecukupan, tentu saja saya akan dapat membagi apa yang saya miliki kepada fakir miskin seperti anjuranmu.”

Terus maumu bagaimana Tsa’labah?”

Begini Rosul, saya mohon kepadamu berdoalah untukku agar Allah memberikan kecukupan harta buatku. Aku berjanji akan menggunakan harta yang diberikan kepadaku untuk agama”

Rosullullah tahu apa yang terbaik untuk Tsa’labah, maka jawab beliau”Tsa’labah..kiranya keadaanmu yang seperti ini sudah yang terbaik untukmu menurut Allah S.W.T. Oleh karena itu terimalah dangan syukur dan sabar. Sekarang kamu pulanglah”

Begitu ya Rasul. Baiklah kalau begitu”. Pulanglah Tsa’labah.. Namun pada kesempatan berikutnya, diulangnya lagi permintaannya itu kepada Rosullah sampai baginda mengatakan hal yang sama ke tiga kalilnya.

Pada kesempatan keempat, Tsa’labah tetap ngotot memohon kepada Baginda Rosullullah. Akhirnya Rosul pun mengabulkan permintaan muridnya itu.

Baiklah Tsa’labah, aku akan doakan kamu. Bawalah dua ekor kambing ini, peliharalah. Insyallah akan dapat membantumu.”

Pulanglah Tsa’labah dengan membawa sepasang kambing jantan dan betina pemberian Rosullullah. Atas ijin Allah, kambing pemberian Rosul itu berkembang biak dengan cepat. Tsa’labah sudah mulai telat datang shalat berjamaah. Semakin banyak kambing yang diurusnya, semakin habis waktunya dan tidak ada lagi kesempatan untuk shalat berjamaah, cukup shalat di rumah saja. Lama tidak terlihat, Rosullullah menanyakan kemana Tsa’labah. Para sahabat memberi tahu kepada Rosul bahwa Tsa’labah sudah terlalu sibuk mengurus kambing – kambingnya yang semakin banyak. Kalau begitu sudah waktunya Tsa’labah mengeluarkan zakat. Diutusnya sahabat yang lain untuk menagih kewajiban zakat Tsa’labah. Bukan zakat yang diperoleh dari Tsa’labah tetapi jawaban bahwa yang bersangkutan sedang menghitung – hitung persisnya berapa zakat yang harus dikeluarkan. Mungkin karena saking ”rumitnya” menghitung zakat dari banyaknya kambing – kambing itu, perhitungannya tidak kunjung selesai. Hingga Rosullullah hilang kesabaran dan tidak mau menerima zakat yang diberikan Tsa’labah, Rosul mengutus Abubakar untuk mengurusnya, namun Abubakar juga tahu diri. Kalau Rosul saja menolak, bagaimana dengan dirinya? Demikian juga para sahabat yang lain. Tsa’labah menjadi orang yang tersingkirkan karena urusan harta yang selalu dihitung – hitungnya itu. Dan kabar terkhir, konon Tsa’labah bangkrut tidak hanya hartanya tetapi lebih dari itu, dia juga kehilangan kasih sayang dan [mudah – mudahan tidak] syafaat Rosullullah.

Hmmm………Jaman sekarang ini, di negeri tercinta ini rasanya tak terhitung banyaknya Tsa’labah – Tsa’labah modern. Ketika belum tercukupi materinya begitu gampang janji – janji yang diniatkan untuk berbuat baik, membantu yang membutuhkan, berderma tak akan pelit dan seterusnya. Tetapi tatkala Allah sudah memberikan kecukupan materi untuk diri dan keluarganya, yang terasakan hanya kurang dan kurang. Ketika belum punya mobil, ingin punya mobil dan diberi oleh yang diatas mobil. Ternyata satu mobil kurang, ingin dua dan seterusnya. Sudah punya rumah mewah, masih juga butuh yang ke dua dan seterusnya. Sebenarnya sah – sah dan boleh – boleh saja, asal tidak melupakan kewajibannya. Orang tidak diharamkan untuk menjadi kaya kok. Dianjurkan malah, namun dengan catatan. Dengan catatan halal mendapatkannya, halal membelanjakannya, asal tidak melupakan kewajiban sebagai pihak yang berkewajiban, asal tidak menjadi takabur, asal tidak ditumpuki oleh harta, dan seterusnya kita sama – sama tahu.

Lebih parah dari sekedar menghitung – hitung harta, ternyata harta yang dikumpulkan itupun tidak pernah dirasakan cukup. Hingga berbagai cara nista ditempuh untuk menumpuk dan mengumpulkan.Maka kedudukan dan kepercayaan ummat dan masyarakat yang harusnya menjadi amanat pun malah menjadi laknat. Korupsi, suap menyuap, komisi tidak sehat pun ditempuh secara yang lumrah untuk mengumpulkan hata. Kelakuan Tsa’labah modern lebih parah dari Tsa’labah 14 abad yang lalu.

Tsa’alabah model baru – rasanya – banyak bermunculan menjelang hajat raya negeri ini. Ketika belum mempunyai kekuasaan dan kedudukan, saat baru berusaha mendapatkan posisi dan jabatan, banyak janji diumbar dan ditebar. Namun ketika posisi dan kedudukan diperoleh, kita semua tahu apa yang terjadi ?? Air susu dibalas dengan air tuba.

Hmmm……..kita bisa merasakan, tahun 2004 yang lalu saat mereka merayu – rayu rakyat untuk dipercaya dengan janji muluk – muluk. Tetapi begitu benar permintaan mereka direstui oleh rakyat, banyak diantara mereka khianat. Terlalu banyak kasus untuk disebutkan di sini dalam kasus apa dan bagaimana mereka berkhianat.

Sekarang kita hanya bisa berharap dan berdoa mudah – mudahan tidak terlalu banyak lagi Tsa’labah – Tsa’labah tahun 2009.

Amiin

“Pemain pengganti”…. September 23, 2008

Posted by Mujiono Sadikin in Untuk Anak - anakku, Yang Aku Pelajari, Yang Kami Kerjakan.
2 comments

Bulan Romadhon ini, sudah dua kali saya menjadi “pemain pengganti”. Maksudnya dengan tidak dijadwalkan sebelumnya saya harus naik mimbar Shalat Taraweh untuk memberikan Kuliah Tujuh Menit (Kultum), pengisi waktu istirahat jeda antara shalat taraweh dangan shalat witir. Walah, saya tidak tahu alasan apa yang mendasari pengurus musholla samping rumah ini meminta saya menjadi pemain pengganti sampai dua kali. Yang sangat jelas adalah, karena pemain utama, ustdaz penceramah utamanya berhalangan hadir. Oleh karena itulah maka perlu pengganti . Hanya saja mengapa mesti saya…..? Ya sudahlah diterima saja, wong nyatanya memang suasana kampung kami itu sangat menyenangkan. Baru dua tahun kami di situ, tetapi seolah sudah seperti saudara lama. Meskipun sebenarnya secara administrasi keluarga kami bed RT, beda RW, bahkan beda kelurahan :D. Karena saya ini bukan penceramah, apalagi ahli dakwah maka saya pikir saya harus hati – hati memilih materi. Saya tidak mengerti fikih, maka tentu saja memalukan kalau berbicara masalah fikih. Moral ?…ah, moral saya sendiri belum sampai maqom untuk dibagi, maka aneh kalau saya membawakan seruan moral. Ngaca diri dan tahu diri… Maka materi yang saya pilih ya yang netral – netral saja, seperti misalnya mengenai “Pentingnya ilmu dalam Islam” atau cukup membaca sejarah/riwayat saja, misalnya mengajak para jamaah untuk mengenaang “Menjelang dan saat – saat Rosullullah meninggal dunia….”

Pentingnya Ilmu dalam Islam

Pembuka Ceramah

Alhamdulillahirobbil ‘aalamin wabihi nasta’iin ‘ala umuuridun-ya waddin. Ash-sholatu wassalamu ‘ala sayyidina muhammadin wa ‘ala alihi wa shohbihi ajmain

Artinya

Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam dan kepadanya kita memohon pertolongan atas setiap urusan dunia dan akhirat sholawat dan salam utk baginda rasulullah saw beserta keluarganya, shahabatnya, dan pengikutnya

– Syukur atas segala nikmat yang diberikan

– Betapa penting dan mulianya ilmu (agama dan umum)

1. Mengangkat derajat kita …

a. QS. Al Mujadilah: 11 èAllah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.

b. QS. Az Zumar :9 secara tegas Allah SWT berfirman:“Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?

c. Kehidupan modern,Amerika, Jepang, Korea, dll maju karena ilmu pengetahuan

d. Islam pada masa sahabat pernah mengalami kejayaan karena ilmu

i. Ibnus Sina/Aveccina, tabib dokter è menentukan lokasi klinik

ii. Al Kindi, mate matikawan

iii. Ibnu Rusdi, dll

iv. Islam juga meletakkan dasar-2 inget modern :

1. Angka nol pada mate matika

2. Alchemy è Kimia

3. Aljabar è Aljabar

2. Membantu kita memahami ayat2 allah (Kauniah, kauliah) è Meningkatkan ketakwaan kita

a. Ali ‘Imran: 18 » Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. 3:18)

b. Al ‘Ankabuut: 49 » Sebenarnya, al-Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu.Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim. (QS. 29:49)

c. Beberapa orang dengan ilmu yang tinggi

i. Albert enstein

1. Peletak dasar teknologi nuklir à bom atom, damai : listrik, pemuliaan tanaman, dll

2. ”Tuhan tidak sia – sia kamu ciptakan alam semesta ini”

– Ali ‘Imran: 190 » Sesungguhnya dalam penciptaan langit langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (QS. 3:190)
– Ali ‘Imran: 191
» (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):”Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. 3:191)

ii. Marie Bucaile

1. Professor ahli kedokteran, memahami proses penciptaan manusia

a. Air mani, segumpal daging, ruh…

iii. Syfie Antonio, budha (Tan Nio), ilmu syariah islam

3. Ilmu bekal kita di akherat

a. Sabda Rasulullah SAW:

Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan jalan baginya menuju surga.” (HR. Muslim dan Tirmidzi)

b. Sabda Rasulullah SAW :

Apabila manusia telah mati, terputuslah amal perbuatannya, kecuali tiga perkara; sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakannya.” (HR. Bukhari, Abu daud, Tirmidzi, Nasa’i)

c. Rasulullah SAW bersabda :

Ada tiga golongan yang akan member syafa’at (pertolongan) di hari kiamat, (1) para nabi, (2) para ulama, (3) syuhada.” (HR. Ibnu Majah)

d. Rasulullah SAW juga bersabda :

Barang siapa yang datang ke Masjid-Ku ini semata-mata hanya karena kebaikan yang ia pelajari atau yang akan ia ajarkan, maka kedudukan orang tersebut seperti orang yang berjuang di jalan Allah. Dan barangsiapa datang dengan tujuan lain dari itu, maka ibarat orang yang melihat-lihat dagangan orang lain.” (HR. Baihaqi, Al Hakim, Ibnu Majah)

Begitu pentingnya llmu, sehingga sangat banyak anjuran Allah dan Rosulnya untuk menuntut lmu seperti

Menuntut ilmu wajib bagi semua orang :

o Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi muslim laki – laki dan muslim perempuan

Menuntut ilmu sepanjang masa

o Tuntutlah llmu dari ayunan ibumu sampai liang lahat

Menuntut ilmu ke manapun

o Tuntutlah limu walau ke negeri cina

Penutup

Marilah kita memperdalam ilmu

Sayang pendidikan masih mahal, mudah-2an pemerintah segera dapat membuat pendidikan murah\

Mudah-2an apa yang saya sampaikan ini bermanfaat, mohon maaf atas kesalahan,

kebenaran hanya dari sisi Allah

Detik-detik Rasulullah SAW Menghadapi Sakaratul Maut

Pembuka Ceramah

Alhamdulillahirobbil ‘aalamin wabihi nasta’iin ‘ala umuuridun-ya waddin. Ash-sholatu wassalamu ‘ala sayyidina muhammadin wa ‘ala alihi wa shohbihi ajmain

Artinya

Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam dan kepadanya kita memohon pertolongan atas setiap urusan dunia dan akhirat sholawat dan salam utk baginda rasulullah saw beserta keluarganya, shahabatnya, dan pengikutnya

Pembuka : Bapak ibu yth, adik-2 dan anakku yang saya sayangi…

Selain rasa syukur, kita tingkatkan iman dan kita pegang islam kita. Karena hanya dengan iman dan memegang islam lah, kita akan diterima di sisi Allah nanti.

Ada sebuah kisah tentang cinta yang sebenar-benar cinta yang dicontohkan Allah melalui kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, walaupun langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap. Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbatas memberikan khutbah, “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua perkara pada kalian, Al Qur’an dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku, bererti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk syurga bersama-sama aku.” Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang tenang dan penuh minat menatap sahabatnya satu persatu.

Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya. Usman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-d! alam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba.

“Rasulullah akan meninggalkan kita semua,”keluh hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya didunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar. Disaat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu. Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang didalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ! ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?”

“Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. “Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut,” kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

“Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.

“Engkau tidak senang mendengar khabar ini?” Tanya Jibril lagi. “Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” “Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: ‘Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,” kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. “Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.” Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.

“Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. “Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril.

Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, kerana sakit yang tidak tertahankan lagi. “Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.”Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya.

“Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.” Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

“Ummatii, ummatii, ummatiii?” – “Umatku, umatku, umatku” Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu, manusia paling mulia, manusia paling berpengaruh, penutup semua nabi/rasul. Berakhirlah episode nabi-2/rosul, sempurnalah ajarannya dan berakhirlah wahyu dari Allah.


Beberapa pelajaran

  1. Rosullullah hanya manusia biasa yang bisa meninggal, dilarang untuk dikultuskan/disembah seperti kaum yahudi yang mengkultuskan uzair, dan nasrani Isa

==Umar marah tidak terima, Abu bakar mendinginkan dengan membaca

=Ali ‘Imran: 144 » Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad) Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (QS. 3:144)=

  1. Sakaratul maut adalah penderitaan yang sangat berat, Rosullullah yang dikasihi…
  2. Rosullulah sangat sayang ummatnya, bagiaman kita yang mengaku ummatnya ?
  3. Cukuplah dua warisan rosullullah : Alquran & hadis akan membimbing kita selamat dunia akherat
    1. Alquran, pasti : Kepastian alquran

    Al Hijr: 9 » Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS. 15:9)

      Hadits => hati2, sahih, dhaif/lemag, palsu

    Wassalam………………..

    Karno Tanding [5] Gatotkaca gugur menyelesaikan baktinya sebagai satria September 23, 2008

    Posted by Mujiono Sadikin in Cerita Wayang Mahabarata, Yang Aku Pelajari, Yang Aku Senangi.
    19 comments

    Hari sudah gelap, sang surya sudah lama meninggalkan jejak sinarannya di ladang Kurusetra. Harusnya perang dihentikan, masing – masing pihak beristirahat dan mengatur strategi untuk perang esok hari. Namun entah mengapa Kurawa mengirim senopati malam – malam begini. Adipati Awonggo ngamuk punggung menerabas dan menghancurkan perkemahan pasukan Pandawa di garda depan. Penjaga perkemahan kalang kabut tidak kuasa menandingi krida Sang Adipati Karno. Secepat kilat berita ini terdengar di perkemahan Pandawa Mandalayuda. Sri Kresna tahu apa yang harus dilakukan. Dipanggilnya Raja Pringgondani Raden Haryo Gatotkaca, putra kinasih Raden Brataseno dari Ibu Dewi Arimbi. Disamping Sri Kresna, Raden Brataseno berdiri layaknya Gunung memperhatikan dengan seksama dan waspada pembicaraan Sri Kresna dengan putranya.

    ”Anakku tersayang Gatotkaca….Saat ini Kurawa mengirimkan senopati nya di tengah malam seperti ini. Rasanya hanya kamu ngger yang bisa menandingi senopati Hastina di malam gelap gulita seperti ini”

    ”Waduh, wo prabu…..terimakasih Wo. Yang saya tunggu – tunggu akhirnya sampai juga kali ini. Wo prabu, sejak hari pertama perang baratayuda saya menunggu perintah wo prabu untuk maju ke medan perang. Wo prabu Kresna, hamba mohon do’a restu pamit perang. Wo hamba titipkan istri dan anak kami Danurwindo. Hamba berangkat wo, Rama Wrekudara mohon pamit….”

    “Waaa………Gatot iya…..“

    Sekejap Gatotkaca tidak terlihat. Sri Kresna merasakan bahwa inilah saatnya Gatotkaca mati sebagai pahlawan perang Pandawa. Dia tidak mau merusak suasana hati adik – adiknya Pandawa dengan mengutarakan apa yang dirasakannya dengan jujur. Namun perasaan wisnu nya mengatakan Wrekudara harus disiapkan untuk menerima kenyataan yang mungkin akan memilukannya nanti.

    “Wrekudoro…“

    “Kresna kakangku, iya ….“

    “Aku kok agak merasa aneh dengan cara pamitan Gatotkaca, mengapa harus menitipkan istri anaknya ??“

    “Wah…Kakang seperti anak kecil. Arjuna Satria, Gatot juga satria, satria berperang itu hanya mencari menang atau mati. Ya sudah itulah anakku Gatotkaca, dia mengerti tugas dan akibatnya selaku satria.“

    “Oo..begitu ya, ya sudah kalau begitu. Kita sama – sama doakan mudah-2an yang terbaik yang akan diperoleh anakmu Gatotkaca.“. Sebenarnya Kresna hanya mengukur kedalaman hati dan kesiapan Wrekudara saja. Paling tidak untuk saat ini, Wrekudara terlihat sangat siap dengan apapun yang terjadi.

    Malam gelap gulita, namun di angkasa ladang Kurusetra kilatan ribuan nyala obor menerangi bawana. Nyala obor dari ribuan prajurit dua belah pihak yang saling hantam gada, saling sabet pedang, saling lempar tombak, saling kelebat kelewang dan hujan anak panah. Gatotkaca mengerahkan semua kesaktian yang dimilikinya. Dikenakannya Kutang Antakusuma, dipasangnya terompah basunanda, dikeluarkan segala tenaga yang dimilikinya. Terbang mengangkasa layaknya burung nazar mengincar mangsa. Sesekali berkelebat menukik merendah menyambar buruannya. Sekali sambar pululan prajurit Hastina menggelepar tanpa daya disertai terpisahnya kepala – kepala mereka dari gembungnya.

    Semenjak lahir, Gatotkaca sudah menunjukkan tanda-tanda kedidgyaannya. Ari – arinya berminggu – minggu tidak bisa diputus dengan senjata tajam apapun. Kuku pancanaka Wrekudara mental, Keris Pulanggeni Arjuna tiada arti, Semua senjata Amarta sudah pula dicobai. Namun ari – ari sang jabang bayi seperti bertambah alot seiring bertambahnya usia si jabang bayi. Para pinisepuh Amarta termasuk Sri Kresna pun kehabisan reka daya bagaimana menolong Sang jabang bayi Dewi Arimbi ini.

    Maka lelaki kekasih Dewata – Sang Paman Raden Arjuna – menyingkirkan sejenak dari hiruk piruk dan kepanikan di Kesatrian Pringgondani. Atas saran Sri Kresna, Raden Arjuna menepi. Semedi memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar kiranya memberikan kemurahannya untuk menolong Pandawa mengatasi kesulitan ini.

    Di Kayangan Suralaya, permintaan Arjuna didengar oleh para dewa. Bethara Guru mengutus Bethara Narada untuk memberikan senjata pemotong ari – ari berupa keris Kunta Wijayandanu. Bethara Narada turun dengan membawa senjata Kunta bermaksud menemi Arjuna yang kala itu diiringi oleh para punakawan, abdi tersayang.

    Sahdan di tempat lain, Adipati Karno sedang mengadu kepada Ayahnya Dewa Surya, dewanya Matahari. Adipati Karno, memohon welas asih kepada Sang Ayah untuk memberikan kepadanya senjata andalan guna menghadapi perang besar nanti. Dewa Surya menyarankan anaknya untuk merampok Senjata Kunta dari Bethara Narada. Karno dan Arjuna adalah saudara seibu yang wajah dan perawakkanya sangat mirip melebihi saudara kembar. Hanya suara saja yang membedakan keduanya. Maka ketika Adipati Karno dirias oleh Dewa Surya menyerupai Arjuna, Bathara Narada tidak akan mengenal Adipati Karno lagi melainkan Arjuna. Kelicikan Dewa Surya tidak cukup di situ. Siang yang terik dan terang benderang itu tiba – tiba meredup seolah menjelang malam. Dengan upaya dan rekayasanya, terjadilah gerhana surya. Narada, dewa yang sudah tuwa dengan wajah yang selalu mendongak ke atas itu, semakin rabun karena gerhana ini.

    Adipati Karno mencegat Bethara Narada, tanpa perasaan curiga diberikannya senjata Kunta kepada ”Arjuna”. Merasa tugas selesai Narada berniat kembali ke Kahyangan. Ternyata masih ditemuinya Arjuna lagi yang kali ini tidak sendiri melainkan diiring para punakawan. Sadar Narada tertipu, diperintahkannya Arjuna untuk merebut senjata kunta dari Sang Adipati Karno. Perang tanding tak bisa dielakkan, namun hanya warangka senjata yang dapat direbut oleh Arjuna dari kakak tertuanya itu. Dengan warangka senjata itulah ari – ari jabang bayi arimbi yang kelak bernama Raden Gatotokaca dapat diputus. Keanehan terjadi ketika sesaat setelah ari – ari jabang bayi diputus, seketika warangka hilang dan menyatu ke badan si jabang bayi.

    Sekarang, saat perang besar terjadi takdir itu sudah sampai waktunya. Senjata Kunta mencari warangkanya, di tubuh Raden Gatotkaca. Tidak berarti sesakti apapun Gatotkaca, setajam pisau cukur tangannya memancung leher musuhnya. Konon pula otot gatotkaca sekuat kawat tembaga, tulangnya sealot besi tempa. Kesaktiannya ditempa di Kawah Candradimuka. Namun garis tangan Gatotkaca hanyalah sampai di sini.

    Di gerbang yang memisahkan antara alam fana dengan alam baka, sukma Kalabendono, paman yang sangat menyawangi Gatotkaca menunggu “sowan ke pengayunan yang Maha Pemberi Hidup”. Begitu sayangnya Kalabendono kepada keponakannya, sukmanya berjanji tidak akan kembali ke asal kehidupan jika tidak bersama sang keponakan.

    Di sisi seberang ladang pertempuran, Karno telah siap dengan busur panahnya dengan anak panah Kunta Wijayandanu. Dalam hatinya berbisik “Anakku bocah bagus, belum pupus bekas ari – arimu….berani – beraninya kamu menghadapi uwakmu ini. Bukan kamu yang aku tungggu ngger…Arjuna mana? Ya ya ..sama – sama menjalani darma satria, ayo aku antarkan kepergian syahidmu dengan Kunta Wijayandanu”.

    Gatotkaca, mata elangnya sangat tajam melihat gerak – gerik seekor tikus yang baru keluar dari sarangnya. Pun meski dia melihatnya dari jarak ribuan tombak diatas liang tikus itu. Begitu pula, dia tahu apa yang sedang dilakukan Sang Adipati Karno. Dia tahu riwayatnya, dia tahu bahwa warangka senjata Kunta ada di tubuhnya dan menyokong kekuatannya selama ini. Dicobanya mengulur takdir. Dia terbang diantara awan – awan yang gelap menggantung nun di atas sana. Dicobanya menyembunyikan tubuhnya diantara gelapnya awan yang berarak – arakan di birunya langit.

    Namun takdir kematian sama sekali bukan di tangan makhluk fana seperti dia. Takdir itu sejengkal pun tidak mungkin dipercepat atau ditunda. Sudah waktunya Gatotkaca, sampai di sini pengabdian kesatriaanmu. Kunta Wijayandanu dilepaskan dari busurnya oleh Adipati Karno. Di jagad ini hanya Arjuna yang mampu menyamai keahlian dan ketepatan Basukarno dalam mengolah dan mengarahkan anak panah dari busurnya. Kuntawijandanu melesat secepat kilat ke angkasa, dari Kereta perang Basukarno seolah keluar komet bercahaya putih menyilaukan secepat kilat melesat. Di angkasa….Kalabendono yang sudah siaga menunggu tunggangan, dengan sigap menumpang ke senjata Kunta. Senjata kunta dan Kalabendono, menghujam ke dada Gatotkaca, membelah jantung Sang Satria Pringgandani. Dalam sekaratnya, Gatotkaca berucap ”Aku mau mati kalau dengan musuh ku….”. Seperti bintang jatuh yang mencari sasaran, jatuhnya badan Gatotkaca tidak lah tegak lurus ke bawah, namun mengarah dan menghujam ke kereta perang Basukarno. Basukarno bukanlah prajurit yang baru belajar olah kanuragan setahun dua tahun. Dengan keprigelan dan kegesitannya, sebelum jasad Gatotkaca menghujam keretanya dia melompat seperti belalang menghindar dari sergapan pemangsa. Jasad gatotkaca menimpa kereta, Keretapun hancur lebur, pun delapan kuda dengan kusirnya tewas dengan jasad tidak lagi bebentuk. Selesailah episode Gatotkaca dengan perantaraan Uwaknya, Adipati Karno Basuseno.

    Gugurnya Gatotkaca menjadi berita gembira di kubu kurawa. Para prajurit bersorak sorai mengelu – elukan sang Adipati Karno. Kepercayaan diri mereka berlipat, semangat perang mereka meningkat. Keyakinan diri bertambah akan memenangi perang dunia besar yang ke empat ini.

    Sebaliknya, kesedihan mendalam tergambar di kubu Pandawa. Wrekudara hampir – hampir tidak mampu menguasai diri ”Gatot…, jangan kamu yang mati biar aku saja bapakmu…Hmmm Karno…..!!! beranimu hanya dengan anak kemarin sore..Ayo lawanlah Bapaknya ini kalau kamu memang lelaki sejati…!”. Arimbi, sang ibu, tidak kuasa menahan emosi. Selagi para pandawa meratapi dan merawat jasad Gatotkaca, Arimbi menceburkan ke perapian membara yang rupanya telah disiapkannya. Sudah menjadi tekatnya jika nanti anak kesayangannya mati sebelum kepergiannya ke alam kelanggengan, dia akan nglayu membakar diri. Dan itu dilakukannya sekarang. Pandawa, dengan demikian kehilangan dua keluarga dekat sekaligus di malam menjelang fajar ini. Wrekudara kehilangan anak tersayang dan istri tercintanya. Namun keturunan tidaklah terputus, karena baik Antareja maupun Gatotkaca telah mempunyai anak laki – laki sebagai penerus generasi Wrekudara.

    Fajar menjelang, jenazah Gatotkaca dan abu Arimbi telah selesai diupakarti sesuai dengan ageman dan keyakinan mereka. Sri Kresna sudah bisa menenangkan Wrekudara dan para pandawa yang lain. Sekarang saatnya mengatur strategi. Tugas harus dilanjutkan. Pekerjaan harus diselesaikan, perang harus dituntaskan. Dunia akan segera mengetahui, gunjingan dunia mengenai perang besar antar dua saudara kembar akan segera terjadi siang ini.

    Karno Tanding[4], Kini giliran Basukarno September 19, 2008

    Posted by Mujiono Sadikin in Cerita Wayang Mahabarata, Yang Aku Pelajari, Yang Aku Senangi.
    add a comment

    Bau amis kabar tewasnya Dursasana seamis darahnya yang mengalir, menerpa menusuk tembok gapura pasanggrahan bulupitu. Jagad dirasakan runtuh oleh Doryudono begitu mendengar khabar tewasnya adinda tersayang, Raden Dursasana. Otot tulangnya terasa dilelesi, Duryudona roboh seketika tidak kuat menahan diri dan emosi, pingsan. Sangkuni hanya bisa mengaduh dan mengeluh. “Sabar anak prabu….., ini cobaan dari Yang diatas yang akan memenangkan kita dalam perang tanding ini…”. Adipati Karno diam seribu basa. Dalam batin dia sudah merasa hal ini akan terjadi, satu per satu saudara Kurawa akan gugur dan diujungnya nanti Kurawa akan kalah. Hanya karena darma kasatrian dan keteguhan memegang komitmen dan janji sajalah yang membuat adipati Karno mendukung Kurawa, meskipun dia tahu mereka akan binasa. Tapi bagi Karno, hidup tidak hanya di dunia saja. Darma bakti sebagai satria lebih dari sekedar kemenangan dan keseangan duniawi.

    Prabu Salya, mungkin dalam hatinya tersenyum kecut. Kematian Dursasana tidak berarti apa – apa buatnya. Dia membantu Kurawa hanya karena mereka adalah menantunya. Dirasa tidak sepenuh hati dan tulus sokongan dan bantuan yang diberikannya. Kalau tidak karena Dewi Banowati putri kesayangannya, mustahil rasanya Sang Raja ada di sini menemani Kurawa. Bahkan, kemungkinan dendam dan rasa syukur sedikit membuncah di dadanya demi dilihatnya jasad terkoyak Sang Dursasana. Orang yang menghinakan putri kesayangannya beberapa saat yang lalu.

    Citrakso, Citraksi, Citragada, dan para Kurawa yang lain. Entah apa yang dipikirkan mereka. Mereka hanya anut grubyuk saja kemana angin mengalir, ke situlah mereka akan condong. Hanya karena kakaknya ingin perang, mereka ikut perang. Namun di antara mereka terucap juga kekesalan, penyesalan, dan umpatan meskipun tertahan. ”Ini gara – gara paman Sengkuni, kalau tidak karena bujukan paman Sengkuni, Kakang Duryudono tidak akan menantang perang. Dan kakang Dursasana tidak akan mati sia – sia dan dihinakan seperti ini”. Yang lain menyahut ”Kamu diam lah…ini salah kita sendiri. Mengapa kita semua seperti kerbau dicocok hidung. Kita tidak pernah sekalipuan mau berpikir sendiri, nasip kita kita serahkan sepenuhnya kepada Kakang Duryodana dan Paman Haryo Syuman. Salah sendiri mengapa kita kosongkan otak kita dari penderitaan berpikir dan kita penuhi dengan kesenangan – kesenangan duniawi sementara. Selama ini kita hanaya diam, selama ini kita hanya menonton, selama ini kita hanya mengangguk karena kita terlalu kenyang. Jadi sudahlah…kita tidak akan bisa mengembalikan bubur menjadi nasi…”

    Untuk beberapa saat susana gaduh di Bulupitu. Sebagian besar berusaha membuat Prabu Duryodono siuman. Yang lain masih menangis meratapi apa yang baru mereka alami. Tidak sedikit juga yang sudah bebal otaknya, cuek, dan masa bodoh. Apa yang terjadi terjadilah.

    Duryudono pun perlahan siuman dari pingsan dan kekagetannya. Beberapa saat dia berusaha menguasai diri dan keadaan. Setelah semuanya dirasa nyaman, dia mulai berucap “Wahh…..Dursosono mati…Terang saja..yang dilawan Wrekudoro yang bukan musuhnya. Ini yang goblok adalah orang – orang para jago Hastina pura. Mana para jago itu, yang katanya sakti mandraguna??? Mengapa membiarkan anak kemarin sore melawan Wrekudara…..? Tidak ada gunanya Hastina memelihara para senopati dan pinisepuh yang tidak berguna seperti itu. Yang mereka pikirkan hanya perut dan kesenangan pribadi. Ya sudah kalau para jago dan agul – agul astina ini tidak ada yang berani menjadi senopati menghadapi Pandawa, minggir semua……….Paman Sangkuni siapkan gada senjataku, gajah tungganganku..Aku sendiri yang akan melabrak pandawa dan menjadi senopati Hastina…”

    Sangkuni, Patih Hastina itu sudah tidak bisa berfikir lagi. Otaknya buntu, yang bisa dikatakan hanyalah ”Sendika sinuwun, segera kami siapkan..”. Sebenarnya dia tidak paham apa yang dikatakannya itu.

    Adipati Karno menyela “Adi Prabu…mohon maaf saya menyela matur yayi. Kalau saya rasakan, jelas apa yang Adi Prabu maksudkan. Adi prabu menyindir saya !!!. Adi Prabu memang tidak secara jelas menunjuk muka saya, tetapi buat orang yang sudah tua seperti saya ini harusnya tahu apa yang Adi Prabu maksudkan. Kelihatannya Adi Prabu menunjuk utara, tetapi sebenarnya terkena selatan. Adi prabu sedekap bersilang tangan, sebenarnya bermaksud ngawe – ngawe menyeru kepada saya. Adi Prabu pasti tahu siapa Basukarno itu ? Basukarno adalah saudara pandawa seibu dari Ibu Dewi Kunti. Jadi di tubuh Basukarno ini mengalir darah yang sama dengan darah adik – adik saya Pandawa. Daging di tubuh adipati Karno ini, juga irisan dari daging adik – adik saya pandawa. Tetapi adi Prabu…Mengapa dalam perang besar baratayuda jayabinangun ini saya ada sini ? Mengapa tidak di padepokan pandawa ? Karena dari dulu Adipati Karno memegang janji memenuhi komitmen. Saya tahu dari saya bayi sewaktu diasuh bapak – ibu angkat saya sampai dengan gerang gaplok seperti ini udara yang saya hirup adalah udara hastina, air yang saya minum adalah air hastina dan bumi di mana Karno berpijak adalah tlatah Hastina pura. Oleh karena itu Adi Prabu….., Karno tidak akan lari dari janji yang pernah Kakang ucapkan sewaktu tanding panah masa remaja dulu. Jadi adi prabu, sejatinya Karno diam disini karena sedang menunggu titah adi prabu kapan saya harus ka palagan. Adi prabu, bukan watak Karno untuk menonjol – nonjolkan diri untuk meminta jabatan dan kekuasaan. Begitu pula, bukan watak Karno untuk mengagulkan diri dan berkoar – koar siap menjadi senopati. Karena Karno tahu aturan perang, masing – masing pihak mempunyai pimpinan yang wajib diikuti. Dan pimpinan itu di sini adalah paduka. Maka, sekali lagi sebenarnya Kakang menunggu dengan penuh harap kapan saya diperintahkan untuk menjadi senopati perang ini ??!!!. Karena yang saya tunggu – tunggu tidak juga saya dapatkan, maka ijinkanlah saya saat ini juga maju perang menjadi senopati Hastina yayi..

    Mendengar apa yang diutarakan Basukarno, Duryudono serasa mendapat siraman air segar grojogan sewu. Segar dan lega rasanya. Sebenarnya dari banyak apa yang diucapkan Basukarno, tidak banyak yang diperhatikannya. Entah karena tidak terbiasa mendengar atau entah karena kepalanya sudah bebal karena permasalahan perang yang dihadapinya ini. Dirangkulnya Basukarno dengan penuh kegirangan.

    ”Duh kakang Adipati…Tidak terkira rasa gembira saya mendengarkan apa yang kakang sampaikan. Terbukti cinta kakang kepada kami dan negara ini tulus dan suci. Kakang…apa yang Kakang niatkan dan utarakan membangkitkan rasa percaya diri saya menghadapi perang ini. Sebab saya yakin dengan kesaktian dan kelebihan yang kakang punyai, tidak akan ada jago pandawa dan pandawa sendiri yang mampu menandingi Kakang. Dan pada akhirnya Kurawa akan memenangi perang ini dengan gilang gemilang. Kakang……untuk merayakan kembalinya rasa percaya diri ini dan untuk menyemangati Kakang Karno, apa perlu kita adakan jamuan mewah Kakang ??”

    ”Adi prabu…tidak perlu itu semua adi. Hanya saja kakang mohon ijin pulang sebentar ke Awonggo untuk pamitan dengan istriku, yayi Surtikanti. Satu lagi yayi….saya butuh kusir kereta perang?”

    ”Baiklah Kakang…, Kusir Hastina banyak….siapa kira – kira yang kakang kehendaki untuk mengendalikan kereta perang Kakang Adipati ???”

    ”Adi Prabu, sudah menjadi pembicaraan jagad seesinya…Suatu saat jika terjadi perang baratuyad jayabinangun, Basukarno akan perang tanding melawan adikku tersayang ya Arjuna. Dan jika Arjuna perang tanding, maka yang akan menjadi kusir keretanya adalah Raja Agung Dwarawati Prabu Sri Kresna. Oleh karena itu yayi….Kakang inginkan kusir kakang paling tidak yang mempunyai derajad dan keagungan seatara dengan Kakang Prabu Sri Kresna yayi…”

    Kaget Doryudono mendengar permintaan Basukarno. Doryudono tahu bukan hanya ada jarak di antara mereka berdua, namun lebih dari itu. Meskipun mereka berdua adalah anak menantu, Prabu Salya masih menyimpan rasa sesak, dendam dan kebencian kepada Adipati Karno. Banyak alasan yang membuat Prabu Salya bersikap begitu. Dari asal – usul Basukarno yang tidak jelas itu saja sudah membuat Prabu Salya memandang sebelah mata kepada menantunya itu. Dianggapnya Karno hanyalah seseorang sudra yang datang entah dari mana. Kemudian ditengah Kerajaan Matswapati mempersiapkan pernikahan agung Dewi Surtikanti dengan Raja Mudah Hastina Pura, Basukarno datang membuat masalah dan mencuri hati calon pengantin perempuan. Terakhir setahun lalu sebelum perang baratayuda jayabinangun, sewaktu Sri Kresna menjadi duta pandawa di pertemuan agung Hastina pura, mereka berdua bersilang pendapat dengan sangat tajam dan hampir saja terjadi adu fisik antara keduanya jika tidak dilerai oleh para pinisepuh.

    Prabu Salya juga membatin bahwa, dialah yang dimaksud Basukarno untuk menjadi kusir meskipun tidak secara lansung menyebut namanya. Bisa ditebak, benci, permusuhan dan kekecawaan dirasakannya hatta mendengar ucap Sang Karno. Dianggapnya Basukarno telah -lagi – lagi- merendahkan martabatnya. Dia adalah Raja Agung, penguasa tlatah Matswapati, mengapa kali ini harus menjadi Kusir seseorang yang tidak jelas asal – usulnya. Orang ini menjadi Adipati Awangga hanya karena belas kasihan Ratu Hastina. Meskipun Basukarno adalah menantunya, dalam hatinya masih tidak bisa menerima kehadirannya. Anaknya, Surtikanti, dulu sebenarnya dijodohkan dengan Joko Pitono ya Prabu Kurupati. Tetapi Surtikanti tidak menanggapi cinta Sang Kurupati, sebaliknya cintanya hanya kepada Basukarno yang sewaktu muda menggunakan nama Surya Admaja. Ujung – ujungnya Surya Admaja telah mempermalukan Prabu Salya dan Matswapati seluruhnya dengan memasuki keputren dan mencuri Surtikanti yang sudah menggunakan riasan pengantin, siap naik ke pelaminan dengan calon pengantin pria Joko Pitono.

    Tetapi kali ini, Duryudono tidak mempunyai pilihan lain kecuali merendahkan diri di hadapan Adipati Karno dan Prabu Salya. Dia tahu, harapan satu – satunya saat ini adalah Adipati Karno. Setelah Resi Bisma dan Pandita Druna gugur, hanya Karno yang bisa menandingi kesaktian para senopati Pandawa. Maka, kalau perlu menyembah tapak kaki Sang Prabu Salya, itu akan dilakukannya agar permintaan Adipati Karno direstui sang mertua. Jangankan hanya glosoran telapak kaki Prabu Salya, ”pengorbanan” lebih besar dari itu pernah dilakukannya. Dia pernah mengorbankan cintanya untuk Sang Suryaadmaja waktu itu demi mendapatkan dukungan Adipati Karno melawan Pandawa. Waktu itu dia sudah siap naik ke pelaminan dengan pujaan hati Dewi Surtikanti. Namun itu semua persiapan perkawinan yang sedianya disiapkan untuknya rela ditanggalkannya. Semua pengiring, srah – srahan, berupa mas picis raja brana dari calon pengantin pria dialihkan menjadi atas nama Basukarno. Dipersilakannya Suryaadmaja menduduki kursi pelaminan untuk menggantikannya. Dia sendiri pada gilirannya menikah dengan saudara muda Surti Kanti, Dewi Banowati. Tidak hanya itu, diangkatnya dan diberikan kekuasaan atas tlatah Awonggo sepenuhnya kepada Basukarno. Maka kalau sekarang hanya untuk menangis memelas dan memohon agar Prabu Salya menuruti kehendak Sang Karno, akan dilakukkanya.

    Dengan bersimpuh, Duryodono merendahkan dirinya dihadapan mertuanya.

    ”Duh Rama Prabu Salya, saya kira tidak ada lain Raja Agung yang setara dengan Kakang Kresna kecuali Paduka. Oleh karena itu Rama, dengan sangat hamba mohon Rama Prabu bersedia menuruti keinginan Kakang Karno. Rama prabu….jika tidak, lebih baik hamba mati saja Rama….”

    ”We lah kok begini…..??? Anak prabu, saya ini memang apes. Mempunyai menantu yang kurang susila seperti itu. Bukan penghormatan yang diberikan kepada saya sebagai mertua, eh malah merendahkan martabat dengan menjadikannya kusir kereta perang. Apa seperti itu pantes??”.

    ”Rama prabu, mohon kesabaran paduka. Jikalau saya juga tidak ada artinya di hadapan Rama, mohon Rama ingat kepada yayi Ratu Banowati…”

    ”Anak Prabu…..!! Apa Karno itu satrio yang tidak punya mulut ?? Hemm…Mengapa tidak menggunakan mulutnya sendiri untuk meminta kepada Prabu Salya ini ??”

    Adipati Karno”Mohon maaf Rama Prabu….Saya ini di Hastina hanya sebatas ngenger, numpang hidup. Tidak pantas bagi saya untuk nglamak menunjuk nama Rama Prabu. Meskipun sudah ngenger, ngenger saya ini jauh dari nyaman. Sudah dari dulu saya tahu, tidak ada pinisebuh dan orang penting Hastina yang senang dengan keberadaan saya. Rama Pendita Druna hanyalah manis di mulut penerimaannya terhadap hamba. Tetapi sejatinya beliau benci dengan Basukarno. Sama saja dengan Pendeta Talkanda Eyang Resi Bisma, sikap baiknya kepada Basukarno tidaklah bulat, namun lonjong tidak utuh. Rama Prabu, hamba ini tahu diri”.

    Sekali lagi Duryidono memohon ”Sudah – sudah Kakang Karno,.. Rama Prabu Salya, sekali lagi saya memohon kesediaan paduka Rama, demi saya dan Ananda Banowati…”

    ”Hmmmm…..ya sudah..Karno, aku bersedia menjadi kusirmu di palagan perang. Tetapi meskipun aku kusir, jangan sekali – kali kamu memerintah aku nantinya..”

    ”Baik lah Rama Prabu……”

    Aku masih saja tolol ketika bulan romadhon separo jalan… September 16, 2008

    Posted by Mujiono Sadikin in Yang Aku Pelajari, Yang Aku Pikirkan.
    add a comment

    Puasa kali ini, rasanya tidak ada beda bagiku dengan puasa tahun lau. Secara kualitas diri rasanya stagnan atau bahkan menukik ke bawah. Pikiran dan tindakanku belum bisa lepas dari urusan – urusan duniawi. Otak ini sebagian besar masih terokupasi dengan mencari proyek, menghitung cashflow, melongok cadangan tabungan takut nggak nyampek buat bayar ini itu. Hmm…..

    Padahal, aku tahu Rosul bersabda seandainya kami ummatnya tahu dan merasakan hikmah dan nikmatnya bulan romadhon, niscaya kami semua berkehendak sepanjang tahun adalah bulan Romadhon. Tapi kesadaran itu sama sekali belum menghampiriku, sementara usia semakin bertambah dan jatah umur semakin berkurang. Asli, aku lewati hari – hari puasa sampai dengan hari ke 16 ini dengan biasa – biasa saja. Tidak ada antusias sama sekali dalam menyambut dan memanfaatkannya. Kalau toh aku puasa, itu karena aku takut dosa, bukan karena aku butuh puasa untuk mengharap ridhonya agar ketakwaan semakin bertambah nanti di akhir Romadhon. Kalau aku shalat Isya’ dan taraweh di musholla, itu karena ingin rame – rame sama tetangga – tetangga. Masih dipenuhi perasaan riya’ dan tidak ingin dicela tetangga kalau aku tidak taraweh di mushalla persis samping rumah. Sesekali memang aku tadarusan, tetapi itu tidak lebih dari anut grubyuk karena tetangga – tetangga terlebih dahulu membaca kitab dan menyimaknya bersama – sama. Tadarusan itupun sebatas sampai dengan hari ke lima. Setelah itu aku lebih banyak nongkrong – nongkrong di rumah. Shalat subuh berjamaah memang aku lakukan, tapi itu karena malu sama anakku yang paling kecil karena dia lebih patuh daripada bapaknya untuk urusan bergegas ke musholla. Sedekah ?? Wah rasanya aku juga tidak antusias melaksakannya. Lebih banyak di kepalaku adalah hitung2an tabungan sisa berapa, cukup tidak nanti buat ini itu ? Tahun depan, dapat proyek dari mana lagi, bisa gajian apa tidak, dst dst yang urusannya melululu dunia.

    Kepala ini masih dipenuhi keraguan terhadap rezeki materi yang dijatahkan oleh Allah untuk tiap – tiap ummatnya. Hati ini juga masih disesaki dengan rasa iri kepada partner, teman, relasi, kolega yang ”mapan” hidupnya. Tapi sebaliknya hati ini bebal dan tidak iri sama sekali kepada saudara-2 seiman yang begitu getol ibadahnya kepada Allah, bermanfaat bagi lingkung sekitar, dan memiliki kepasrahan yang dalam terhadap ketentuan dari Allah atasnya.

    Aku begitu mudah terkagum – kagum kepada – misalnya – teman yang sudah lama tidak ketemu, tiba – tiba ketemuan terakhir sudah menaiki BMW seri sekian, dengan HP teknologi terakhir dsb. Aku terpesona dan terpukau. Aku juga sering iri kepada kenalan yang ternyata menantu atau keponakan dari Bapak pejabat penting ini atau pengusaha kaya itu. Betapa enaknya – pikirku – hidupnya. Kelihatannya hanya senang dan senang saja di setiap slot waktu yang dijalaninya. Dengan gampangnya dia dapat proyek ini itu. Dengan gampangnya dia akan ganti mobil karena sering bosan dst.

    Aku tahu, bulan puasa ini adalah bulan penggemblengan. Bulan pensucian diri bagi tiap orang – orang yang beriman. Aku tahu, Romadhon adalah kawah pendadaran untuk meningkatkan ketakwaan kita. Dan aku juga tahu bahwa ketakwaan hanya akan diperoleh dengan meninggalkan sejauh mungkin ubud dun-ya/cinta dunia.

    Aku sadar, sadar se sadar – sadarnya bahwa suatu saat nanti, entah di mana, entah bagaimana, aku akan melakukan penerbangan terakhir yang tidak mengenal kata pulang, melainkan hanya pergi. Aku mengerti suatu saat nanti aku akan menghadapi check-in malaikal maut. Aku mengerti, bahkan manusia paling mulia di muka bumipun, mengaduh kesakitan saat menghadapi sakaratul maut itu. Lalu, bagaimana dengan aku nanti ?? Padalah levelku tidak sampai sekuku hitampun dibanding dengan pencapaian Rasul yang mulia itu. Dan, aku juga sadar, nanti akan disambut oleh Munkar dan Nakir di ruang tunggu. Tergantung amalku dan pertolongan Allah sajalah apakah nanti aku akan lolos test pertama dari Munkar dan Nakir untuk kemudian masuk ke ruang tunggu yang nyaman atau karena ketololanku dan kebebalanku di dunia sehingga aku tidak bisa berkata apa – apa, kecuali ”Tidak tahu”. Dan siksaan perih dan pedih luar biasa akan aku tanggung jika bagitu. Ya Allah sakitnya itu nanti, betapa memalukannya aku di hadapanMu…!

    Ironis sekali, aku tahu ”masa depan” yang pasti itu akan datang. Seharusnya bulan romadhon ini aku manfaatkan untuk mencari bekal sebanyak – banyaknya. Senyampang imbalan ibadah wajib berpuluh-puluh kali lipat, senyampang imbalan ibadah sunnah diseterakan dengan ibadah wajib, senyampang ada diskon dan obral besar – besaran dari Allah untuk hamba – hambanya.

    Namun yang aku lakukan hanyalah ritual biasa, anut grubyuk, ikut – ikutan. Dasarnya hanyalah takut dosa, malu sama sesama, nggak enak sama anak, atau cintanya sama dunia masih menggila.

    Lalu, bagaimana aku akan dapat rahmat di sepuluh hari pertama. Mungkinkah mendapat maghfirah di sepuluh hari kedua, apalagi itquum minnannar nanti di sepuluh hari terakhir?

    Allah, hanya pertolongan dan rahmatmu yang bisa mengubah ketololan dan kebebalanku yang menganggap puasa adalah bulan biasa – biasa saja.

    Mengantar Tetangga ke Penerbangannya yang terakhir…. September 1, 2008

    Posted by Mujiono Sadikin in Yang Aku Pelajari, Yang Aku Pikirkan, Yang Kami Kerjakan.
    add a comment

    Akhir pekan kemarin salah satu tetangga kami dipanggil yang Maha Kuasa. Setiap kematian selalu menjadi pelajaran dan peringatan buat kita. Bahwa inti dari kehidupan ini sebenarnya adalah menunggu kematian, sebab kematian sudah pasti akan menghampiri kita. Hanya saja pekerjaan utama menunggu ini, kita sambi dengan pekerjaan – pekerjaan lain yang intinya sebenarnya mencari bekal untuk menghadapi perjalanan sesungguhynya setelah kematian.

    Maka ada yang nyambi menjadi PNS, ada yang nyambi menjadi pengusahaa, ada yang nyambi menjadi dosen, ada yang nyambi menjadi Polisi, tentara, seniman dan seterusnya dan seterusnya.

    Persiapan di ruang tunggu

    Persiapan di ruang tunggu

    Pintu ruang tunggu ditutup..

    Pintu ruang tunggu ditutup..

    One way ticket

    Penerbangan dengan : One way ticket

    Email dari teman mengenai narasi “penerbangan” terakhir yang sudah pasti kita lakukan, sangat baik untuk kita renungkan…

    INFORMASI PENERBANGAN GRATIS AL-JENAZAH A IR LINES
    LAYANAN PENUH 24 JAM

    Bila kita akan ‘berangkat” dari alam ini ia ibarat penerbangan ke sebuah negara.
    Dimana informasi tentangnya tidak terdapat dalam brosur penerbangan, tetapi melalui Al-Qur’an dan Al-Hadist.
    Dimana penerbangan bukannya dengan Garuda Airlines, Singapore Airlines, atau American Airlines, tetapi Al-Jenazah Airlines.
    Dimana bekal kita bukan lagi tas seberat 23Kg, tetapi amalan yang tak lebih dan tak kurang.
    Dimana bajunya bukan lagi Pierre Cardin, atau setaraf dengannya, akan tetapi kain kafan putih.
    Dimana pewanginya bukan Channel atau Polo, tetapi air biasa yang suci.
    Dimana passport kita bukan Indonesia , British atau American, tetapi Al-Islam.
    Dimana visa kita bukan lagi sekedar 6 bulan, tetapi ‘Laailaahaillallah’
    Dimana pelayannya bukan pramugari jelita, tetapi Izrail dan lain-lain.
    Dimana servisnya bukan lagi kelas business atau ekonomi, tetapi sekedar kain yang diwangikan.
    Dimana tujuan mendarat bukannya Bandara Cengkareng, Heathrow Airport atau
    Jeddah International, tetapi tanah pekuburan.
    Dimana ruang menunggunya bukan lagi ruangan ber AC dan permadani, tetapi ruang 2×1 meter, gelap gulita.
    Dimana pegawai imigrasi adalah Munkar dan Nakir, mereka hanya memeriksa
    apakah kita layak ke tujuan yang diidamkan.
    Dimana tidak perlu satpam dan alat detector.
    Dimana lapangan terbang transitnya adalah Al Barzah
    Dimana tujuan terakhir apakah Syurga yang mengalir sungai di bawahnya atau Neraka Jahannam.
    Penerbangan ini tidak akan dibajak atau dibom, karena itu tak perlu bimbang.
    Sajian tidak akan disediakan, oleh karena itu tidak perlu merisaukan masalah alergi atau halal haram makanan.
    Jangan risaukan cancel pembatalan, penerbangan ini senantiasa tepat waktunya, ia berangkat dan tiba tepat pada masanya.
    Jangan pikirkan tentang hiburan dalam penerbangan, anda telah hilang selera bersuka ria.
    Jangan bimbang tentang pembelian tiket, ianya telah siap di booking sejak anda ditiupkan ruh di dalam rahim ibu.
    YA!BERITA BAIK!! Jangan bimbangkan siapa yang duduk di sebelah anda.
    Anda adalah satu-satunya penumpang penerbangan ini.
    Oleh karena itu bergembiralah selagi bisa! Dan sekiranya anda bisa!
    Hanya ingat! Penerbangan ini datang tanpa ‘Pemberitahuan’.
    Cuma perlu ingat!! Nama anda telah tertulis dalam tiket untuk Penerbangan….
    Saat penerbangan anda berangkat…tanpa doa Bismillahi Tawakkaltu ‘Alallah, atau ungkapan selamat jalan.
    Tetapi Inalillahi Wa Inna ilaihi Rajiuun….
    Anda berangkat pulang ke Rahmat ullah. Mati.
    ADAKAH KITA TELAH SIAP UNTUK BERANGKAT?
    ‘Orang yang cerdas adalah orang yang mengingat kematian. Karena dengan kecerdasannya dia akan mempersiapkan segala perbekalan untuk menghadapinya.’
    ASTAGHF IR ULLAH 3X, semoga ALLAH SWT mengampuni kita beserta keluarga… Amiin WALLAHU A’LAM
    Catatan:
    Penerbangan ini berlaku untuk segala umur…tanpa kecuali, maka perbekalan lebih baik dipersiapkan sejak dini…..sangat tidak bijak dan tidak cerdas bagi yang menunda-nunda mempersiapkan perbekalannya.
    SUARA YANG DIDENGAR MAYAT
    Yang Akan Ikut Mayat Adalah Tiga hal yaitu:
    1. Keluarga
    2. Hartanya
    3. Amalnya
    Ada Dua Yang Kembali Dan Satu akan Tinggal Bersamanya yaitu;
    1. Keluarga dan Hartanya Akan Kembali
    2. Sementara Amalnya Akan Tinggal Bersamanya.

    Maka ketika Roh Meninggalkan Jasad…Terdengarlah Suara Dari Langit Memekik, “Wahai Fulan Anak Si Fulan..
    Apakah Kau Yang Telah Meninggalkan Dunia, Atau Dunia Yang
    Meninggalkanmu
    Apakah Kau Yang Telah Menumpuk Harta Kekayaan, Atau Kekayaan Yang
    Telah Menumpukmu
    Apakah Kau Yang Telah Menumpuk Dunia, Atau Dunia Yang Telah
    Menumpukmu
    Apakah Kau Yang Telah Mengubur Dunia, Atau Dunia Yang Telah
    Menguburmu.”
    Ketika Mayat Tergeletak Akan Dimandikan….Terdengar Dari Langit Suara Memekik, “Wahai Fulan Anak Si Fulan…
    Mana Badanmu Yang Dahulunya Kuat, Mengapa Kini Te rkulai Lemah
    Mana Lisanmu Yang Dahulunya Fasih, Mengapa Kini Bungkam Tak Bersuara
    Mana Telingamu Yang Dahulunya Mendengar, Mengapa Kini Tuli Dari
    Seribu Bahasa
    Mana Sahabat-Sahabatmu Yang Dahulunya Setia, Mengapa Kini Raib Tak
    Bersuara”

    Ketika Mayat Siap Dikafan…Suara Dari Langit Terdengar Memekik,”Wahai Fulan Anak Si Fulan
    Berbahagialah Apabila Kau Bersahabat Dengan Ridha
    Celakalah Apabila Kau Bersahabat Dengan Murka Allah Wahai Fulan Anak Si Fulan…
    Kini Kau Tengah Berada Dalam Sebuah Perjalanan Nun Jauh Tanpa Bekal
    Kau Telah Keluar Dari Rumahmu Dan Tidak Akan Kembali Selamanya
    Kini Kau Tengah Safar Pada Sebuah Tujuan Yang Penuh Pertanyaan.”

    Ketika MayatDiusung…. Terdengar Dari Langit Suara Memekik, “Wahai Fulan Anak Si Fulan..
    Berbahagialah Apabila Amalmu Adalah Kebajikan
    Berbahagialah Apabila Matimu Diawali Tobat
    Berbahagialah Apabila Hidupmu Penuh Dengan Taat.”

    Ketika Mayat Siap Dishalatkan….Terdengar Dari Langit Suara Memekik, “Wahai Fulan Anak Si Fulan..
    Setiap Pekerjaan Yang Kau Lakukan Kelak Kau Lihat Hasilnya Di Akhirat
    Apabila Baik Maka Kau Akan Melihatnya Baik
    Apabila Buruk, Kau Akan Melihatnya Buruk.”

    Ketika MayatDibaringkan Di Liang Lahat….terdengar Suara Memekik Dari Langit,”Wahai Fulan Anak Si Fulan…
    Apa Yang Telah Kau Siapkan Dari Rumahmu Yang Luas Di Dunia Untuk
    Kehidupan Yang Penuh Gelap Gulita Di Sini Wahai Fulan Anak Si Fulan…
    Dahulu Kau Tertawa, Kini Dalam Perutku Kau Menangis
    Dahulu Kau Bergembira,Kini Dalam Perutku Kau Berduka
    Dahulu Kau Bertutur Kata, Kini Dalam Perutku Kau Bungkam Seribu
    Bahasa.”

    Ketika SemuaManusia Meninggalkannya Sendirian….Allah Berkata Kepadanya, “Wahai Hamba-Ku…..
    Kini Kau Tinggal Seorang Diri
    Tiada Teman Dan Tiada Kerabat
    Di Sebuah Tempat Kecil, Sempit Dan Gelap..
    Mereka Pergi Meninggalkanmu.. Seorang Diri
    Padahal, Karena Mereka Kau Pernah LanggarPerintahku
    Hari Ini,….
    Akan Kutunjukan Kepadamu
    Kasih Sayang-Ku
    Yang Akan Takjub Seisi Alam
    Aku Akan Menyayangimu
    Lebih Dari Kasih Sayang Seorang Ibu Pada Anaknya”.

    Kepada Jiwa-Jiwa Yang Tenang Allah Berfirman, “Wahai Jiwa Yang Tenang
    Kembalilah Kepada Tuhanmu
    Dengan Hati Yang Puas Lagi Diridhai-Nya
    Maka Masuklah Ke Dalam Jamaah Hamba-Hamba-Ku
    Dan Masuklah Ke Dalam Jannah-Ku”

    Rasulullah SAW. menganjurkan kita untuk senantiasa mengingat mati (maut) dan dalam sebuah hadithnya yang lain, beliau bersabda “wakafa bi almauti wa’idha”, artinya, cukuplah mati itu akan menjadi pelajaranbagimu!

    Semoga bermanfaat bagi kita semua, Amiin….

    Bahan Renungan Untuk Kita, Sahabatku, yang mungkin terlalu sibuk bekerja…
    Luangkanlah waktu sejenak untuk membaca dan merenungkan pesan ini…

    Alhamdulillah, Anda beruntung telah terpilih untuk mendapatkan kesempatan membaca narasi ini.

    Aktifitas keseharian kita selalu mencuri konsentrasi kita. kita seolah lupa dengan sesuatu yang kita tak pernah tau kapan kedatangannya. Sesuatu yang bagi sebagian orang sangat menakutkan.Tahukah kita kapan kematian akan menjemput kita???